BAB
I
Tujuan
Percobaan
Mengenal,
mempraktekkan dan membandingkan daya antidiabetika Na. CMC 0,5%, metformin,
glibenklamid dan beberapa obat tradisional, sehingga dapat memperoleh gambaran
cara evaluasi efek antidiabetika.
BAB
II
Dasar
Teori
A. Pengertian
Diabetes
Diabetes
mellitus, penyakit gula atau kencing manis adalah suatu ganguan kronis yang
bercirikan hiperglikemia (glukosa darah terlampau meningkat) dan khususnya
menyangkut metabolisme hidratarang (glukosa) didalam tubuh, tetapi metabolisme
lemak dan protein juga terganggu.
Harapan
hidup penderita diabetes mellitus rata-rata 5 – 10 tahun lebih rendah dari
risikonya akan PLJ (penyakit jantung koroner) adalah 2 – 4 kali lebih besar.
Penyebabnya
adalah kekurangan hormon insulin yang berfungsi memungkinkan glukosa masuk
kedalam sel untuk dimetabolisir (dibakar) dan dimanfaatkan sebagai sumber
energi. Akibatnya ialah glukosa bertumpuk didalam darah (hiperglikemia) dan
akhirnya diekskresi lewat kemih dan tanpa digunakan. Karena itu, produksi kemih
sangat meningkat dan penderita sering berkemih, merasa amat haus, berat badan
menurun dan merasa lelah.
Penyebab
lain ailah menurunnya kepekaan reseptor sel bagi insulin (resistensi insulin)
yang diakibatkan oleh makan terlalu banyak dan kegemukan. Rata-rata 1,5% - 2%
dari seluruh penduduk dunia menderita diabetes yang bersifat menurun. Di Indonesia penderita diabetes berkisar 3
juta orang atau 1,5% dari 200 juta penduduk. Sedangkan di Eropa 3 – 5%. Pada 5
tahun terakhir jumlah ini telah meningkat secara eksplosif, yang disebabkan
olah meningkatnya peristiwa overweight dan obesitas (Tja & Rahardja, 2007).
B.
Diagnosa Diabetes
Dengan adanya gejala klinis atau
komplikasi yang khas (misalnya renitopati) diagnosa dipastikan dengan
menentukan kadar glukosa darah. Nilai diatas 7,8 mmol/L (pada lambung kosong)
pada dua hari berlainan diangap positif (menurut WHO). Begitu pula “post load”
diatass 11,0 mmol/L yaitu 2 jam setelah pembebanan glukosa 75 gram ( Neal,
2006).
C.
Gejala Diabetes
Diabetes mellitus ditandai dengan
gelaja 3P, yaitu poliuria (banyak kemih) dan polifagia (banyak makan) yang
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Disamping
naiknya kadar gula darah, diabetes bercirikana danya “gula” dalam kemih
(glycosuria) dan banyak berkemih karena glukosa yang diekskresi banyak mengikat
air. Akibatnya timbul rasa sangat haus, kehilangan energi, turunnya berat badan
serta rasa letih. Tubuh mulai membakar lemak untuk memenuhi kebutuhan energinya
yang disertai pembentukan zat-zat perombak, antara lain aseton, asam
hidroksibutirat dan diasetat yang membuat darah menjadi asam. Keadaan ini yang
disebut ketoasidosis dab terutama timbul pada tipe 1, amat berbahaya karena
akhirnya dapat menyebabkan pingsan. Napas penderita yang sudah menjadi sangat kurus
kering juga berbau aseton (Mycel, Harvey & Champe, 2001)
Komplikasi
Lambat
Komplikasi terpenting dari diabetes
mellitus dapat berupa:
1.
Infark jantung
Diabetes sangat meningkatkan risiko PJK,
antara lain hipertensi dan infark jantung. Bila tidak atau kurang tepat
diobati, lambat laun dapat terjadi gangguan kardiovaskuler. Gejala infark
jantung ditandai dengan timbulnya benjolan-benjolan yang menggangu sirkulasi
darah dan akhirnya terjadi atherosclerosis.
2.
Retinopati
Sering kali pada retina timbul ciri-ciri
perdarahan, udema mengelupas dan menjadi buta. Didunia Barat Retinophaty ini
merupakan menyebab tersering dari penglihatan buruk dan kebutaan.
3.
Polineuropati
Begitu pula kerusakan dalam pembuluh kecil
dan saraf dapat timbul pada pelbagai tempat, yang akhirnya mengakibatkan efek
pada semua organ dan jaringan perifer. Gangguan ini sering terjadi dengan
perasaan seperti ditusuk-tusuk dan hilang rasa kaki-tanggan atau benjolan
sangat nyeri dikaki. Luka dan borok sukar sembuh dan tak jarang mengakibatkan
gangren (mati jaringan) dan amputasi.
4.
Nefropati
Selain itu dapat timbul kerusakan ginjal
dengan hiperfiltrasi dan keluarnya lbumin dalam kemih yang sering kali bersifat
fatal.
5.
Lainnya
Impotensi, infeksi stafilokok pada kulit dan
keluhan cloudicadio (penyakit etalase) ditungkai yang berciri kejang-kejang
sangat nyeri dibetis setelah jalan beberapa meter (Gaytun, 1990).
D.
Jenis Diabetes
Klasifikasi dari jenis-jenis diabetes adalah sangat penting untuk
penentuan pengobatan dan prognosisnya. Untuk klasifikasi lengkap dari jenis
diabetes yang paling sering terjadi pada pasien-pasien dengan hiperglikemia,
dapat digunakan sebagai pedoman BMI dan riwayat keluarganya. Untuk tujuan ini
dapat dimanfaatkan sejenis flow chart sederhana untuk diagnosa, klasifikasi dan
terapi (Gaytun, 1990).
Dewasa ini diabetes mellitus dapat
dibagi dalam 3 tipe, yakni tipe 1, tipe 2 dan tipe hamil. Berikut
penjelasannya:
1.
Tipe 1, Jenis Remaja
atau DM I
Diabetes tipe 1 atau DM I ini juga dikenal
dengan IDDM, yaitu diabetes yang tergantung insulin. Pada tipe ini terdapat
destruksi dari sel beta pankreas, sehingga tidak memproduksi insulin lagi
dengan akibat sel-sel tidak bisa menyerap glukosa dari darah. Karena itu kadar
darah dalam glukosa meningkat diatas 10 mmol/L, yakni nilai ambang ginjal, sehingga
glukosa berlebih dikeluarkan bersama banyak air (glycosuria). Dibawah kadar
tersebut, glukosa ditahan oleh tubuli ginjal.
2.
Tipe 2 jenis Dewasa, DM
2 atau NIDDM (tidak bergantung insulin)
Lazimnya mulai diatas 40 tahun dengan
insidensi lebih besar pada orang gemuk dan pada usia lanjut. Mereka yang
hidupnya makmur, makan terlampau banyak dan kurang gerak badan lebih besar lagi
risikonya.
Tipe 2 pada hakekatnya tidak bergantung dari
insulin, dahulu juga disebut (non-insulin dependent) dan lazimnya dapat diobeti
dengan antidiabetika oral. Akan tetapi sejak 1997 semakin banyak penderita tipe
2 ini diterapi dengan insulin sehingga menurunkan risiko komplikasi lambat.
Oleh sebabnya nama tersebut tidak ada artinya lagi dan sudah ditinggalkan.
3.
Diabetes kehamilan
(GDM)
Pada wanita hamil dengan penyakit gula
regulai glukosa yang ketat adalah penting sekali untuk menurunkan risiko
keguguran spontan, cacat, over weight bayi atau yang lebih fatal kematian
(Kalzung, 2002).
E.
Pengobatan Diabetes dan
Penanganannya
Tindakan
umum yang dilakukan untuk pengobatan dan penanganan diabetes mellitus adalah:
1.
Diet
Pokok pangkal penanganan diabetes adalah
makan dengan bijakssana. Semua pasien harus mengawali denagn pembatasan kalori
berlebih pada pasien overweight (tipe 2). Makana perlu dipilih secara seksama
dengan memperhatikan pembatasan lemak total, lemak trans dan lemak jenuh untuk
mencapai normalitas kadar glukosa dan lipida darah.
2.
Gerak badan
Bila terdapat resistensi insulin, gerak
badan secara teratur (jalan kaki atau olah raga) dapat menguranginya. Hasilnya
insulin dapat digunakan secara lebih baik oleh sel tubuhdan dosisnya pada
umumnya dapat diturunkan.
3.
Berhenti merokok
Untuk penderita diabetes mellitus yang
merokok, sebaiknya untuk tidak merokok lagi, karena kandungan nikotin dapat
mempengaruhi secara buruk penyerang glukosa oleh sel, selain itu juga dapat
menyebabkan radikal bebas.
4.
Stress oksidatif
Banyak indikasi menunjukkan bahwa pada
penderita diabetes metabolisme glukosa yang terganggu menimbulkan kelebihan radikal
bebas, yang memegang peranan penting pada terjadinya kompikasi lambat. Sterss
oksidatif ini dapat menimbulkan kerugian secara kronis pada mata, ginjal
pembuluh dan sistem saraf. Untuk prevensi dan pengobatan kerusakan oksidatif ini, maka terutama dikalangan
orthomolekuler dianjurkan penggunaan antioksidansia, misalnya asam liponat,
vitamin E dan vitamin C. Tetapi pendapat ini belum diterima oleh kedokteran
leguler, karena secara ilmiah belum dibuktikan secara meyakinkan.
Asam
liponat sejak awal abad ke-21 sudah digunakan dijerman untuk menangani keluhan
neuropati, seperti nyeri dan kesemutan/ paraestheria (Tja & Rahardja,
2007).
F.
Beberapa obat
antidiabetika
1.
Globenklamid
Derifat klormetoksi ini adalah obat pertama
dari antidiabetika generasi ke-2 dengan khasiat hipolikosemianya yang kira-kira
100 kali lebih kuat dari pada torbutamida. Sering kali ampuh dimana obat-obat
lain tidak efektif lagi. Risiko “hipo” juga lebih besar dan lebih sring
terjadi. Pola kerjanya berlainan dengan sulfonilurea lain, yakni dengan
single-dose pada pagi hari mampu menstimulir sekresi insulin pada setiap
pemasukan glukosa (waktu makan). Dengan demikian dalam waktu 24 jam tercapai
regulasi gula darah optimal yang mirip pola normal.
Resospsi dari usus praktis lengkap, PP-nya diatas
95%, plasma t1/2-nya kurang lebih 10 jam, daya kerjanya dapat bertahan sampai
24 jam. Dalam zat ini dirombak menjadi metabolit kurang aktif, yang diekskresi
sama rata lewat kemih dan tinja.
Rumus
struktur Glibenklamid:
2.
Metformin
Zat ini adalah derivat-dimetil dari kelompok
biguanida yang berkhasiat memperbaiki sensitivitas-insulin, terutama menghambat
pembentukan glukosa dalam hati serta menurunkan kolesterol LDL dan
trigleserisa. Oleh karenanyadigunakan terutama pada pasien sangat gemuk.
Dengan daya kerja supresi produksi dan
penyerapan glukosa fruktuassi gula-darah menjadi lebih kecil dan nilai
rata-rata menurun. Mekanisme kerjanya ini mirip dengan efek serat gizi
dasar-dasar diet sehat. Khusus digunakan pada diabetes tipe 2 bila diet tunggal
tidak mencukupi.
Reabsirbsi dari usus tidak lengkap, BA-nya
50-60%, PP-nya rendah. Praktis tidak dimetabolisir dan diekskresi utuh lewat
kemih. Plasma t1/2-nya 3-6 jam.
Efek samping agak sering terjadi pada
ganguan lambung-usus, antara lain anorexia, terutama pada dosis diatas 1,5
g/hari. Laktat asidosis dapat timbul pada ganguan ginjal, terutama pada lansia.
Rasa logam dimulut adakalanya dialami, risiko hipoglikemia sangat kecil,
kehamilan dan laktasi. Berhubung masih kurangnya data mengenai keamanannya,
metformin tidak dianjurkan untuk ibu hamil dan menyusui, sebagai gantinya
adalah insulin perenteral.
Rumus
kimia metformin:
C4N5H6.
paraestheria (Tja & Rahardja, 2007).
BAB III
Metodologi Percobaan
A.
Alat yang digunakan:
-
Timbangan (neraca
analitik)
-
Spuit injeksi
-
Sonde/ kanulla
-
Wadah pengamat
-
Alat ukur glukosa
B.
Bahan yang digunakan:
-
Metformin
-
Glibenklamid
-
Na. CMC 0,5%
-
Ekstak Salam
-
Ekstrak Sambiloto
-
Ekstrak Pare
C.
Hewan Uji: Mencit
D.
Gambar alat:
1.
Sonde/ kanulla 2. Spuit
Injeksi

3.
Neraca Analitik 4.
Gelas ukur

5.
Gelas kimia 6. Aqua
pro injection

E.
Prosedur Percobaan:
1.
Dibagi tiap kelas
kedalam 3 kelompok
2.
Disetiap kelompok
mendapat 4 ekor mencit uji
3.
Disiapkan alat dan
bahan yang akan digunakan
4.
Dibuat larutan glukosa,
Na. CMC 0,5%, glibenklamid, metformin dan larutan ekstrak obat tradisional
5.
Ditimbang masing-masing
mencit dan dihitung dosis untuk mncit berdasarkan berat badannya
6.
Diukur glukosa
masing-masing mencit dengan cara menyayat bagian ekornya dengan silet, diambil
darah masing-masing mencit yang keluar dengan alat pengukur glukosa, dicatat
kadar glukosa awalnya (kadar glukosa 0 menit)
7.
Diberi larutan glukosa
pada masing-masing mencit dengan dosis sesuai berat badan masing-masing mencit,
kemudian didiammkan/ diamati selama 30 menit
8.
Diukur glukosa
masing-masing mencit dengan cara menyayat bagian ekornya dengan silet, diambil
darah masing-masing mencit yang keluar dengan alat pengukur glukosa, dicatat
kadar glukosanya (kadar glukosa 30 menit)
9.
Diberi larutan
metformin, ekstrak salam, ekstrak sambiloto dan ekstrak pare pada masing-masing
mencit dengan dosis sesuai dengan berat badan yang sudah dihitung, kemudian
diamati/ dibiarkan selama 30 menit
10.
Diukur glukosa
masing-masing mencit dengan cara menyayat bagian ekornya dengan silet, diambil
darah masing-masing mencit yang keluar dengan alat pengukur glukosa, dicatat
kadar glukosanya (kadar glukosa 60 menit)
11.
Dihitung persentase
efek obat diabetikanya.
F.
Pembuatan Larutan
1.
Perhitungan larutan uji
1.
Sukrosa Ã
400 g/500 ml Ã
80%
2.
Na. CMC Ã
2 g/400 ml Ã
0,5%
3.
Larutan Metformin Ã
500 mg/100 ml Ã
1 tab/100 ml
4.
Larutan Glibenklamid Ã
500 mg/100 ml Ã
1 tab/100 ml
5.
Obat I (Ekstrak Salam) Ã
2500 mg/100 ml Ã
5 kaps/100 ml
6.
Obat II (Ekstrak
Sambiloto) Ã
2500 mg/100 ml Ã
5 kaps/100 ml
7.
Obat II (Ekstrak Pare) Ã
2500 mg/100 ml Ã
5 kaps/100 ml
2.
Perhitungan Dosis
Berdsarkan BB mencit
1.
Sukrosa Ã
1 ml/40 g BB mencit
Ø BB
mencit I 25,7 g Ã
x 1 ml = 0,64 ml
Ø BB
mencit II 28 g Ã
x 1 ml = 0,7 ml
Ø BB
mencit III 30,28 g Ã
x 1 ml = 0,76 ml
Ø BB
mencit IV 25,86 g Ã
x 1 ml = 0,65 ml
2.
Metformin (50 mg/ml),
disuntikkan larutan pada mencit I Ã
0,64 ml
3.
Obat I (25 mg/ml),
disuntikkan larutan pada mencit II Ã
0,7 ml
4.
Obat II (25 mg/ml),
disuntikkan larutan pada mencit III Ã
0,76 ml
5.
Obat III (25 mg/ml),
disuntikkan larutan pada mencit IV Ã
0,65 ml
BAB IV
Hasil Percobaan
A.
Tabel Hasil Pengamatan
|
No
|
Perlakuan
|
0 menit
|
30 menit
|
60 menit
|
%
|
|
1
|
Kontrol (-) Na.CMC
0,5%
|
125
|
131
|
111
|
333,5
|
|
Kontrol (+)
Glibenklamid
|
134
|
140
|
124
|
266,5
|
|
|
Kontrol (+) Metformin
|
97
|
142
|
99
|
95,6
|
|
|
2
|
Obat I (Daun Salam)
|
|
|
|
|
|
1
|
118
|
161
|
142
|
44,1
|
|
|
2
|
110
|
124
|
61
|
450
|
|
|
3
|
153
|
217
|
164
|
82
|
|
|
Rata-rata
|
127
|
167,3
|
122,3
|
82,8
|
|
|
3
|
Obat II (Sambiloto)
|
|
|
|
|
|
1
|
99
|
100
|
96
|
400
|
|
|
2
|
100
|
112
|
103
|
75
|
|
|
3
|
70
|
158
|
106
|
59,8
|
|
|
Rata-rata
|
89,66
|
123,3
|
101,6
|
64,53
|
|
|
4
|
Obat III (Pare)
|
|
|
|
|
|
1
|
135
|
137
|
95
|
2100
|
|
|
2
|
92
|
97
|
65
|
640
|
|
|
3
|
122
|
139
|
65
|
182
|
|
|
Rata-rata
|
116,33
|
124,33
|
89,3
|
437,8
|
Persentase
penurunan kadar glukosa rata-rata kelas:
%
penurunan =
x 100%
1.
Obat I =
x 100% = 111,6%
2.
Obat II =
x 100% = 64,53%
3.
Obat I =
x 100% = 437,89%
BAB V
Pembahasan
Pada praktikum farmakologi I ini,
praktikan melakukan praktikum tentang diabetes mellitus. Adapun tujuan dari
praktikum ini yaitu mengenal, mempraktekkan dan membandingkan daya
antidiabetika Na. CMC 0,5%, metformin, glibenklamid dan beberapa obat
tradisional, sehingga dapat memperoleh gambaran cara evaluasi efek
antidiabetika.
Diabetes mellitus, penyakit gula atau
kencing manis adalah suatu ganguan kronis yang bercirikan hiperglikemia
(glukosa darah terlampau meningkat) dan khususnya menyangkut metabolisme
hidratarang (glukosa) didalam tubuh, tetapi metabolisme lemak dan protein juga
terganggu. Penyebabnya adalah kekurangan hormon insulin yang berfungsi
memungkinkan glukosa masuk kedalam sel untuk dimetabolisir (dibakar) dan
dimanfaatkan sebagai sumber energi. Akibatnya ialah glukosa bertumpuk didalam
darah (hiperglikemia) dan akhirnya diekskresi lewat kemih dan tanpa digunakan.
Dalam praktikum ini yang pertama
dilakukan adalah menimbang mencit dan mencari dosis iutuk mencit yang sesuai
dengan berat badan mencit, serta memberi tanda pada keempat mencit supaya mudah
dibedakan. Kemudian dibuat larutan gula dan larutan obat. Setelah itu diukur
kadar glukosa pada masing-masing mencit dan dicatat kadar gulanya, kadar
glukosa ini menjadi kadar pada menit 0, yaitu yang bertujuan sebagai pembanding
kadar glukosa dan kerja obat antidiabetikanya. Setelah itu mencit diberi
larutan gula yang sudah dibuat dan didiamkan selama 30 menit, lalu diukur
kembali kadar glukosa darah mencit (kadar gula 30 menit) dan dicatat kadar
gulanya, hal ini bertujuan untuk melihat peningkatan kadar glukosa mencit
setelah diberi larutan gula.
Langkah selanjutnya pemberian larutan
obat pada mencit yang berbeda yaitu metformin, obat I, obat II dan obat III,
kemudian didiamkan selama 30 menit, hal ini dialkukan agar obat bisa bekerja
dengan maksimal untuk menurunkan kadar gula pada mencit. Setelah 30 menit
diukur kembali kadar gula pada mencit (kadar gula 60 menit) dan dicatat kadar
gulanya.
Setelah itu diukur penurunan kadar
glukosa darah pada mencit dengan rumus
x 100%, dimana 0’ adalah kadar gula darah pada
mencit sebelum perlakuan, 30’ adalah kadar gula darah pada mencit setelah
diberi laruta gula dan 60’ adalah kadar gula darah mencit setelah diberi
larutaan obat. Dalam perhitungan rata-rata kelas, diperoleh hasil bahwa obat
yang memiliki daya antidiabetika teruat berturut-turut adalah obat III (ekstrak
pare) memiliki daya antidiabetika tertinggi yaitu dengan persentase 437,87%,
kemudian obat I (ekstrak salam) dengan persentase 111,6% dan terakhir adalah
obat II (ekstrak sambiloto) dengan persentase 64,53%. Hasil ini tidak sesuai
dengan teori yang ada, dimana didalam buku MMI pare memiliki daya
antidiabetika, kemudian sambiloto dan salam kurang dapat sebagai antidiabetika.
Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya:
1. Mencit memiliki aya penyerapan
terhadap obat yaang rendah
2. Pada saat pemberian larutan obat,
ada obat yang tidak masuk kedalam mulut mencit atau dimuntahkan oleh mencit
3. Kesalahan alat ukur kadar gula atau
salah dalam pembacan alat.
Selain
itu, pada kontrol (-) yaitu pemberian larutan Na.CMC 0,5%, kontrol (+) yaitu
pemberian larutan glimenklamid dan metformin juga didapatkan hasil tidak
sesuai, dimana didapatkan kontrol (-) yang seharusnya memiliki pemurukan kadar
gula yang rendah, tetapi malah yang paling tinggi dengan persentase 333%.
BAB VI
Kesimpulan
Dari
praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa dengan melaksanakan
praktikum, praktikan dapat mengenal, mempraktekkan an membandingkan daya
antidiabetika dari Na. CMC 0,5%, glimenklamid, metformin, ekstrak salam,
ekstrak sambiloto dan ekstrak pare. Dimana dari praktikum yang dilaksanakan
diperoleh daya antidiabetika tertinggi adalah ekstrak pere, Na. CMC 0,5%,
glibenklamid, ekstrak salam, metformin dan ekstrak sambiloto.
BAB VII
Daftar Pustaka
Gaytun, A.C. 1990. Fisiologi Manusia Dan metabolisme Penyakit.
EGC. Jakarta
Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dan Klinik. Universuty
Aiskangga Press. Surabaya
Mycel, M.J., Harley, R.A.,
Champe,P.C. 2001. Farmakologi Ulasan
Bergambar. Widya medika. Jakarta
Neal, M. 2006. Farmakologi Medis edisi keVI. Erlangga. Jakarta
Tjay, H.T & K. Ruharja. 2007. Obat-obat Penting edisi keVI. PT. Elex
Media Kompantindo. Jakarta